Review Buku 1984 Karya George Orwell

Artikel ini dibuat dengan bantuan Ratu AI

Review Buku 1984

Novel distopia “1984” karya George Orwell merupakan salah satu karya sastra paling berpengaruh di abad ke-20. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1949, novel ini menggambarkan sebuah dunia yang dikuasai oleh rezim totaliter di mana setiap aspek kehidupan masyarakat diawasi dan dikendalikan secara ketat.

Melalui karakter utama, Winston Smith, Orwell mengajak pembaca untuk merefleksikan tentang kebebasan, kebenaran, dan kekuasaan dalam sebuah masyarakat yang distopis. Dalam artikel ini, kita akan mengulas beberapa aspek penting dari novel “1984”, meliputi latar belakang penulisan, alur cerita, tema-tema utama, gaya penulisan, pengaruh novel dalam dunia sastra dan politik, serta relevansinya dengan dunia saat ini.

Poin-poin Penting

  • Novel “1984” karya George Orwell adalah sebuah karya distopia yang menggambarkan dampak mengerikan dari rezim totaliter yang mengendalikan setiap aspek kehidupan masyarakat, ditulis sebagai peringatan akan bahaya totalitarianisme dan terinspirasi dari situasi politik pada masa penulisannya.
  • Melalui tokoh utama Winston Smith, Orwell mengeksplorasi tema-tema universal seperti pentingnya kebebasan individu, perjuangan melawan penindasan, manipulasi bahasa dan kebenaran, pengawasan dan pengendalian masyarakat, serta hancurnya individualitas dan hubungan manusia.
  • Gaya penulisan Orwell yang jelas, lugas, kaya akan simbolisme dan alegori, serta eksplorasi psikologi karakter yang mendalam menjadikan “1984” sebagai mahakarya sastra yang tak lekang waktu dan memiliki pengaruh luas dalam dunia sastra dan politik.
  • Meski ditulis pada tahun 1949, “1984” masih relevan dengan isu-isu di dunia saat ini seperti pengawasan, manipulasi informasi, dan ancaman terhadap kebebasan individu, sehingga menjadi peringatan abadi tentang bahaya kekuasaan yang tidak terkendali dan pentingnya menjaga nilai-nilai kemanusiaan.

Latar Belakang Penulisan Novel “1984”

George Orwell, nama pena dari Eric Arthur Blair, menulis novel “1984” di pulau Jura, Skotlandia, pada tahun 1947-1948. Ia menyelesaikan novel ini dalam kondisi kesehatan yang memburuk akibat tuberkulosis. Orwell mengambil inspirasi dari pengalamannya sebagai jurnalis dan pengamat politik, serta keprihatinannya terhadap kebangkitan rezim totaliter di Eropa pada masa itu, khususnya Uni Soviet di bawah kepemimpinan Joseph Stalin dan Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler.

Novel “1984” dapat dilihat sebagai kritik terhadap totalitarianisme dan peringatan akan bahaya yang ditimbulkan oleh negara yang terlalu berkuasa. Orwell, yang pernah terlibat dalam Perang Saudara Spanyol dan menyaksikan langsung dampak dari rezim totaliter, merasa perlu untuk menggambarkan sebuah dunia di mana kebebasan individu dihancurkan oleh negara yang mengawasi setiap aspek kehidupan warganya.

Judul novel, “1984”, dipilih oleh Orwell dengan membalik dua digit terakhir dari tahun penulisan novel tersebut (1948 menjadi 1984). Angka ini juga dapat dilihat sebagai referensi terhadap novel distopia lainnya, seperti “We” karya Yevgeny Zamyatin yang berlatar tahun 1984 dan menginspirasi Orwell dalam menulis “1984”.

Latar belakang penulisan “1984” tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah dan politik pada masa itu. Pasca Perang Dunia II, dunia terbagi menjadi dua blok yang saling berseteru: Blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dengan sistem kapitalisnya, dan Blok Timur yang diwakili oleh Uni Soviet dengan sistem komunisnya. Ketegangan antara dua blok ini, yang kemudian dikenal sebagai Perang Dingin, mempengaruhi pandangan Orwell tentang masa depan dunia.

Selain itu, perkembangan teknologi pada masa itu, seperti kemunculan televisi dan penyadapan komunikasi, juga menjadi inspirasi bagi Orwell dalam menciptakan dunia “1984” yang sarat dengan pengawasan dan manipulasi informasi. Orwell melihat potensi penyalahgunaan teknologi oleh rezim totaliter untuk mengontrol dan menindas masyarakat.

Dengan latar belakang tersebut, Orwell menciptakan sebuah dunia distopia yang mencerminkan kekhawatirannya terhadap masa depan umat manusia. Melalui “1984”, ia ingin memperingatkan pembaca tentang bahaya dari rezim totaliter dan pentingnya mempertahankan kebebasan individu dalam menghadapi kekuatan yang menindas.

Alur Cerita Novel “1984”

1984” mengisahkan kehidupan Winston Smith, seorang pegawai Kementerian Kebenaran di negara totaliter Oceania. Winston bertugas untuk merevisi sejarah dan dokumen agar sesuai dengan kebijakan Partai yang berkuasa, dipimpin oleh sosok misterius bernama Big Brother. Meskipun secara lahiriah ia patuh pada Partai, Winston diam-diam membenci Big Brother dan sistem yang menindas kebebasan individu.

Kehidupan di Oceania diatur secara ketat oleh Partai. Setiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk pikiran dan emosi, diawasi melalui teleskrin (telescreen), sejenis televisi yang dapat memantau aktivitas warga setiap saat. Anak-anak diindoktrinasi untuk mengawasi dan melaporkan orangtua mereka yang dianggap melakukan kejahatan pikiran (thoughtcrime). Partai juga menciptakan bahasa baru bernama Newspeak, yang dirancang untuk membatasi kemampuan berpikir kritis masyarakat.

Dalam kehidupan yang suram ini, Winston menemukan secercah harapan ketika ia bertemu dengan Julia, seorang perempuan muda yang juga membenci Partai. Mereka menjalin hubungan terlarang dan berusaha melawan sistem dengan bergabung dalam gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Emmanuel Goldstein, musuh utama Partai.

Namun, perlawanan Winston dan Julia berakhir tragis. Mereka ditangkap oleh Polisi Pikiran (Thought Police) dan dibawa ke Kementerian Cinta untuk diinterogasi dan disiksa. Di sana, Winston bertemu dengan O’Brien, seorang anggota Partai yang ia kira sekutu dalam perlawanan. Ternyata, O’Brien adalah agen ganda yang bertugas untuk menghancurkan mental Winston dan membuatnya tunduk sepenuhnya pada Partai.

Melalui siksaan fisik dan mental yang brutal, Winston akhirnya menyerah dan mengkhianati Julia. Ia menerima doktrin Partai dan mencintai Big Brother. Novel ini ditutup dengan gambaran Winston yang telah kehilangan jati dirinya dan menjadi boneka Partai yang patuh.

Alur cerita “1984” berfokus pada perjuangan individu melawan sistem yang menindas. Melalui perjalanan Winston, pembaca diajak untuk melihat dampak dari rezim totaliter yang menghancurkan kemanusiaan dan kebebasan. Meskipun berakhir tragis, novel ini menyampaikan pesan penting tentang pentingnya mempertahankan integritas dan kebebasan berpikir dalam menghadapi kekuatan yang menindas.

Tema-Tema Utama dalam Novel “1984”

“1984” mengeksplorasi berbagai tema yang relevan dengan kondisi politik dan sosial pada masa penulisannya, serta masih relevan hingga saat ini. Beberapa tema utama yang diangkat dalam novel ini antara lain:

  1. Totalitarianisme dan penindasan kebebasan individu
    Tema sentral dalam “1984” adalah dampak dari rezim totaliter yang mengontrol setiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk pikiran dan emosi. Partai yang berkuasa di Oceania menghancurkan kebebasan individu dan menuntut kepatuhan mutlak dari warganya. Mereka yang menentang atau bahkan sekadar berpikir kritis dianggap melakukan kejahatan pikiran dan akan dihukum berat.
  2. Manipulasi bahasa dan kebenaran
    Partai menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengontrol pikiran masyarakat. Melalui Newspeak, Partai berusaha menyederhanakan bahasa dan menghilangkan kata-kata yang dianggap berbahaya bagi stabilitas rezim. Istilah-istilah seperti “doublethink” (kemampuan untuk menerima dua keyakinan yang saling bertentangan) dan “blackwhite” (kemampuan untuk meyakini bahwa hitam adalah putih, dan sebaliknya) menggambarkan bagaimana Partai memanipulasi kebenaran untuk kepentingan mereka.
  3. Pengawasan dan pengendalian masyarakat
    Di Oceania, pengawasan terhadap masyarakat dilakukan secara ketat melalui teleskrin yang terpasang di setiap sudut kota dan rumah warga. Partai juga mendorong anak-anak untuk mengawasi dan melaporkan orangtua mereka yang dicurigai melakukan kejahatan pikiran. Hal ini menciptakan atmosfer ketakutan dan paranoia yang mencegah masyarakat untuk melawan sistem yang menindas.
  4. Hancurnya individualitas dan hubungan manusia
    Dalam rezim totaliter Oceania, individualitas dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas sistem. Partai berusaha menghancurkan ikatan manusia, termasuk cinta dan keluarga, agar loyalitas tertinggi hanya diberikan kepada Big Brother. Hubungan Winston dan Julia yang terlarang menggambarkan perjuangan individu untuk mempertahankan kemanusiaan mereka dalam sistem yang opresif.
  5. Pentingnya sejarah dan memori
    Salah satu tugas Winston di Kementerian Kebenaran adalah merevisi sejarah agar sesuai dengan kebijakan Partai. Partai menyadari pentingnya mengontrol masa lalu untuk mengendalikan masa kini dan masa depan. Dengan memanipulasi sejarah dan memori kolektif masyarakat, Partai dapat mempertahankan kekuasaan mereka dan mencegah perlawanan.

Tema-tema ini saling terkait dan membentuk kritik yang kuat terhadap rezim totaliter dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Melalui “1984”, Orwell mengajak pembaca untuk merefleksikan tentang pentingnya mempertahankan kebebasan, kebenaran, dan individualitas dalam menghadapi kekuatan yang menindas.

Gaya Penulisan Orwell dalam “1984”

Gaya penulisan George Orwell dalam “1984” merupakan salah satu faktor yang membuat novel ini menjadi karya sastra yang kuat dan berpengaruh. Beberapa ciri khas gaya penulisan Orwell dalam novel ini antara lain:

  1. Bahasa yang jelas dan lugas
    Orwell dikenal dengan gaya penulisannya yang jelas, lugas, dan langsung pada inti permasalahan. Dalam “1984”, ia menggunakan bahasa yang sederhana namun efektif untuk menggambarkan dunia yang kompleks dan mengerikan. Melalui narasi yang tajam dan deskripsi yang detail, Orwell berhasil membangun atmosfer yang mencekam dan memikat pembaca.
  2. Penggunaan ironi dan satir
    Ironi dan satir menjadi elemen penting dalam “1984”. Orwell menggunakan ironi untuk mengkritik rezim totaliter yang menghancurkan kebebasan individu. Misalnya, nama kementerian-kementerian di Oceania, seperti Kementerian Cinta yang bertugas untuk menyiksa dan Kementerian Kedamaian yang menangani perang, merupakan ironi yang menyindir manipulasi bahasa oleh rezim totaliter.
  3. Simbolisme dan alegori
    “1984” kaya akan simbolisme dan alegori yang memperkuat tema-tema dalam novel. Misalnya, Big Brother dapat dilihat sebagai simbol dari rezim totaliter yang mengawasi dan mengendalikan masyarakat. Sementara itu, ruangan 101 di Kementerian Cinta, tempat penyiksaan terburuk dilakukan, menjadi simbol dari penghancuran individu oleh kekuatan yang menindas.
  4. Narasi yang intens dan memikat
    Orwell menggunakan narasi yang intens dan memikat untuk menarik pembaca ke dalam dunia “1984”. Melalui sudut pandang orang ketiga yang terbatas, pembaca mengikuti perjalanan Winston dan merasakan ketakutan, keputusasaan, dan perjuangannya. Deskripsi Orwell yang detail dan atmosfer yang mencekam membuat pembaca terlibat secara emosional dengan cerita dan karakter-karakter di dalamnya.
  5. Eksplorasi psikologi karakter
    “1984” juga kuat dalam eksplorasi psikologi karakter, terutama Winston sebagai protagonis. Orwell menggambarkan perjuangan batin Winston, konflik antara ketakutan dan pemberontakannya, serta dampak penyiksaan terhadap jiwa manusia. Melalui narasi yang intens dan monolog batin Winston, pembaca dapat memahami kompleksitas psikologis dalam menghadapi rezim totaliter.

Gaya penulisan Orwell dalam “1984” tidak hanya kuat secara sastra, tetapi juga efektif dalam menyampaikan pesan dan kritik sosial-politik yang ingin diangkat. Melalui bahasanya yang jelas, simbolisme yang kaya, dan eksplorasi psikologi karakter, Orwell berhasil menciptakan sebuah dunia distopia yang mengusik dan membuat pembaca merenungkan kondisi masyarakat dan politik di dunia nyata.

Pengaruh Novel “1984” dalam Dunia Sastra dan Politik

Novel “1984” karya George Orwell memiliki pengaruh yang luas dan mendalam, baik dalam dunia sastra maupun politik. Sejak publikasinya pada tahun 1949, novel ini telah menjadi salah satu karya distopia paling terkenal dan sering dijadikan referensi dalam diskusi tentang politik, kekuasaan, dan kebebasan individu.

Dalam dunia sastra, “1984” diakui sebagai salah satu novel terpenting di abad ke-20. Novel ini menetapkan standar baru untuk fiksi distopia dan menginspirasi banyak penulis setelahnya. Karya-karya seperti “Brave New World” oleh Aldous Huxley, “Fahrenheit 451” oleh Ray Bradbury, dan “The Handmaid’s Tale” oleh Margaret Atwood sering dianggap sebagai “keturunan” dari “1984” dalam genre distopia.

Pengaruh “1984” juga terlihat dalam popularitas istilah-istilah yang diciptakan oleh Orwell, seperti “Big Brother”, “doublethink”, “thoughtcrime”, dan “Newspeak”. Istilah-istilah ini telah menjadi bagian dari kosakata umum dan sering digunakan untuk merujuk pada situasi di dunia nyata yang mencerminkan tema-tema dalam novel.

Dalam dunia politik, “1984” menjadi semacam peringatan tentang bahaya totalitarianisme dan pengawasan yang berlebihan oleh negara. Novel ini sering dijadikan rujukan dalam diskusi tentang hak privasi, kebebasan berekspresi, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Banyak aktivis dan pemikir politik menggunakan “1984” sebagai lensa untuk mengkritik kebijakan dan praktik yang dianggap mengancam kebebasan individu.

Misalnya, selama era Perang Dingin, “1984” sering dikaitkan dengan praktik-praktik rezim totaliter di Uni Soviet dan negara-negara satelitnya. Novel ini menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan kontrol negara terhadap warganya. Di era modern, dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya pengawasan digital, “1984” kembali menjadi relevan sebagai peringatan tentang potensi penyalahgunaan teknologi oleh pemerintah atau korporasi untuk mengontrol masyarakat.

Pengaruh “1984” juga terlihat dalam budaya populer. Referensi terhadap novel ini sering muncul dalam film, acara televisi, musik, dan seni. Misalnya, reality show “Big Brother” yang populer di berbagai negara mengambil nama dari sosok pengawas dalam novel Orwell. Selain itu, ungkapan seperti “Big Brother is watching you” telah menjadi bagian dari kesadaran kolektif masyarakat.

Keberhasilan “1984” dalam mempengaruhi wacana sastra dan politik menunjukkan kekuatan karya sastra dalam mengungkap dan mengkritik isu-isu sosial yang kompleks. Melalui dunia fiksional yang diciptakannya, Orwell berhasil menyampaikan pesan yang universal dan abadi tentang pentingnya menjaga kebebasan individu dan waspada terhadap kekuatan yang berpotensi menindas.

Relevansi “1984” dengan Dunia Saat Ini

Meskipun ditulis lebih dari 70 tahun yang lalu, “1984” tetap relevan dengan dunia saat ini. Banyak tema dan isu yang diangkat dalam novel ini masih bergema dalam masyarakat kontemporer, meskipun dalam konteks yang berbeda.

Salah satu isu yang paling menonjol adalah pengawasan dan pengumpulan data oleh pemerintah dan korporasi. Dengan kemajuan teknologi, terutama internet dan perangkat seluler, jejak digital kita semakin mudah dilacak dan dianalisis. Algoritme yang canggih dapat memprediksi perilaku dan preferensi kita, sementara kamera pengawas semakin banyak dipasang di ruang publik. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan potensi penyalahgunaan data oleh pihak-pihak yang berkuasa, seperti yang digambarkan dalam “1984”.

Manipulasi informasi dan kebenaran juga menjadi isu yang relevan saat ini. Dalam era pasca-kebenaran (post-truth), di mana emosi dan keyakinan pribadi sering kali lebih berpengaruh daripada fakta objektif, konsep “doublethink” dan manipulasi bahasa dalam “1984” terasa akrab. Media sosial dan algoritme yang mengatur arus informasi dapat menciptakan “gelembung filter” di mana orang hanya terpapar pada pandangan yang sesuai dengan keyakinan mereka, mirip dengan manipulasi realitas oleh Partai dalam novel Orwell.

Selain itu, kebangkitan gerakan populis dan otoritarian di berbagai belahan dunia juga mengingatkan pada tema-tema dalam “1984”. Pemimpin karismatik yang mengeksploitasi ketakutan dan prasangka masyarakat, penggunaan propaganda untuk mempengaruhi opini publik, dan penindasan terhadap kelompok oposisi adalah beberapa taktik yang digambarkan dalam novel dan masih terjadi hingga saat ini.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dunia saat ini berbeda dengan dunia yang digambarkan dalam “1984”. Meskipun ancaman terhadap kebebasan individu dan kebenaran masih ada, masyarakat sipil juga lebih sadar dan aktif dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Teknologi tidak hanya menjadi alat pengawasan, tetapi juga sarana untuk memobilisasi gerakan sosial dan menyebarkan informasi alternatif.

Relevansi “1984” dengan dunia saat ini terletak pada peringatan yang disampaikannya tentang bahaya dari kekuasaan yang tidak terkendali dan pentingnya menjaga kebebasan berpikir dan berekspresi. Novel ini mengajak kita untuk tetap waspada dan kritis terhadap kekuatan yang berpotensi menindas, baik itu dari negara, korporasi, maupun ideologi yang totaliter. Dengan memahami pesan dari “1984”, kita dapat lebih siap menghadapi tantangan-tantangan di masa depan dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental.

Kesimpulan

Review Buku 1984

“1984” karya George Orwell adalah sebuah mahakarya sastra yang tak lekang oleh waktu. Novel ini tidak hanya menawarkan sebuah cerita yang memikat dan mengusik, tetapi juga mengangkat tema-tema universal tentang kebebasan, kebenaran, dan kekuasaan yang masih relevan hingga saat ini.

Melalui dunia distopia yang diciptakannya, Orwell berhasil menggambarkan dampak mengerikan dari rezim totaliter yang mengendalikan setiap aspek kehidupan masyarakat. Ia menunjukkan bagaimana manipulasi bahasa, pengawasan yang ketat, dan penindasan terhadap pemikiran kritis dapat menghancurkan individualitas dan kemanusiaan. Pesan yang disampaikan Orwell melalui perjuangan Winston Smith adalah pentingnya mempertahankan integritas moral dan kebebasan berpikir dalam menghadapi kekuatan yang menindas.

Gaya penulisan Orwell yang jelas, lugas, dan kaya akan simbolisme semakin memperkuat dampak dari “1984”. Melalui penggunaan ironi, alegori, dan eksplorasi psikologi karakter yang mendalam, Orwell menciptakan sebuah karya sastra yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak pembaca untuk merefleksikan kondisi sosial-politik di dunia nyata.

Pengaruh “1984” yang luas dalam dunia sastra dan politik menunjukkan kekuatan novel ini dalam menangkap kegelisahan dan isu-isu yang relevan dengan masyarakat. Istilah-istilah yang diciptakan Orwell, seperti “Big Brother” dan “doublethink”, telah menjadi bagian dari kosakata umum dan sering digunakan untuk merujuk pada situasi di dunia nyata. Novel ini juga menjadi inspirasi bagi banyak karya distopia lainnya dan sering dijadikan rujukan dalam diskusi tentang hak privasi, kebebasan berekspresi, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Meskipun ditulis sebagai respons terhadap situasi politik pada masa Orwell, “1984” tetap relevan dengan dunia saat ini. Dalam era digital yang semakin maju, isu-isu seperti pengawasan, manipulasi informasi, dan ancaman terhadap kebebasan individu masih menjadi perhatian utama. “1984” menjadi semacam peringatan abadi tentang bahaya dari kekuasaan yang tidak terkendali dan pentingnya menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.

Sebagai penutup, “1984” adalah sebuah karya sastra yang luar biasa dalam kemampuannya mengungkap kebenaran-kebenaran tentang kondisi manusia dan masyarakat. Novel ini bukan hanya sebuah bacaan yang menghibur, tetapi juga ajakan untuk berpikir kritis, mempertanyakan kekuasaan, dan memperjuangkan kebebasan. Relevansi “1984” yang abadi menunjukkan bahwa pelajaran-pelajaran yang ditawarkannya akan terus bergema sepanjang generasi, mengingatkan kita untuk tetap waspada dan melindungi nilai-nilai kemanusiaan yang berharga.

Belum Kenal Ratu AI?

Ratu AI merupakan layanan Generative Teks AI terbaik di Indonesia yang menawarkan solusi canggih untuk menghasilkan konten teks berkualitas tinggi dengan cepat dan efisien. Dengan menggunakan teknologi pembelajaran mesin dan pemrosesan bahasa alami terdepan, Ratu AI mampu memahami konteks dan menghasilkan teks yang koheren, relevan, dan menarik.

Platform ini sangat cocok untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pembuatan artikel, deskripsi produk, hingga chatbot yang interaktif. Ratu AI juga menyediakan antarmuka yang mudah digunakan dan dukungan pelanggan yang responsif, memastikan pengalaman pengguna yang optimal. Untuk memanfaatkan kekuatan Generative Teks AI dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas konten Anda, segera daftarkan diri di https://ratu.ai/pricing/ dan rasakan sendiri keunggulan layanan Ratu AI.

FAQ

Apakah “1984” adalah novel fiksi ilmiah?

Meskipun “1984” sering dikategorikan sebagai fiksi ilmiah, novel ini lebih tepat disebut sebagai distopia. Berbeda dengan fiksi ilmiah yang berfokus pada kemajuan teknologi, “1984” lebih menekankan pada dampak sosial dan politik dari sebuah rezim totaliter di masa depan. Elemen-elemen dalam novel, seperti teleskrin dan Newspeak, digunakan lebih sebagai alat untuk mengeksplorasi tema-tema tentang kekuasaan dan penindasan, bukan sebagai spekulasi ilmiah.

Apakah tokoh-tokoh dalam “1984” didasarkan pada figur sejarah yang nyata?

Meskipun Orwell terinspirasi oleh situasi politik pada masanya, seperti kebangkitan rezim totaliter di Eropa, tokoh-tokoh dalam “1984” adalah karakter fiksi dan tidak secara langsung didasarkan pada figur sejarah tertentu. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa Big Brother dapat dilihat sebagai representasi dari pemimpin totaliter seperti Joseph Stalin atau Adolf Hitler, sementara Emmanuel Goldstein mungkin terinspirasi oleh Leon Trotsky, lawan politik Stalin.

Mengapa novel ini diberi judul “1984”?

Orwell menyelesaikan penulisan novel ini pada tahun 1948 dan memutuskan untuk membalik dua digit terakhir menjadi “84” untuk judul novelnya. Alasan pasti di balik keputusan ini tidak diketahui, tetapi beberapa teori menyebutkan bahwa Orwell ingin menciptakan kesan futuristik yang cukup jauh dari masa penulisan, tetapi tidak terlalu jauh sehingga masih dapat dibayangkan oleh pembaca. Angka “1984” juga mungkin merujuk pada novel distopia lain, “We” karya Yevgeny Zamyatin, yang diterbitkan pada tahun 1924 dan menginspirasi Orwell.

Apakah ada adaptasi film dari “1984”?

Ya, “1984” telah diadaptasi ke layar lebar beberapa kali. Adaptasi paling terkenal adalah film tahun 1984 yang disutradarai oleh Michael Radford, dibintangi oleh John Hurt sebagai Winston Smith dan Richard Burton sebagai O’Brien. Film ini cukup setia dengan novel aslinya dan mendapatkan pujian atas penggambaran dunia distopia Orwell yang menyeramkan. Adaptasi lainnya termasuk film televisi BBC tahun 1954 dan opera tahun 2005 oleh Lorin Maazel.