San Francisco – OpenAI dan Studio Ghibli kini berada di tengah perdebatan sengit terkait permasalahan hak cipta yang timbul akibat penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan karya seni dengan gaya khas Studio Ghibli. Permasalahan ini muncul dalam beberapa hari terakhir dan telah menarik perhatian luas dari kalangan pengguna internet maupun industri kreatif global.
Tren penggunaan AI untuk menghasilkan gambar atau foto dengan gaya animasi Studio Ghibli semakin populer di kalangan warganet. Banyak pengguna yang memanfaatkan fitur AI untuk mengubah foto asli mereka menjadi versi yang menyerupai karakter dan estetika yang biasa ditemukan dalam film-film Studio Ghibli. Fenomena ini, meskipun menarik dan kreatif, menimbulkan pertanyaan serius mengenai etika dan hak cipta dalam penggunaan teknologi AI.
Studio Ghibli, salah satu studio animasi terkemuka asal Jepang, menyatakan keprihatinannya terhadap penggunaan gaya animasi mereka tanpa izin dalam platform AI seperti yang dikembangkan oleh OpenAI. Dalam sebuah pernyataan terbaru, Studio Ghibli menuntut agar perusahaan AI tersebut segera menghentikan praktik penggunaan konten mereka sebagai data pelatihan. Mereka berargumen bahwa tindakan tersebut melanggar hak cipta dan merugikan para seniman yang telah menciptakan karya-karya inovatif dan orisinal.
Sebagai respons, OpenAI menegaskan bahwa mereka selalu menghormati hak para seniman dan menerapkan kebijakan ketat terkait penggunaan data. Chief Operating Officer OpenAI, Brad Lightcap, menyatakan bahwa model GPT-4o dilatih menggunakan data yang tersedia untuk publik serta data eksklusif hasil kemitraan dengan perusahaan seperti Shutterstock. “Kami menghormati hak para seniman dalam cara kami menghasilkan output, dan kami memiliki kebijakan yang mencegah kami membuat gambar yang secara langsung meniru karya seniman yang masih hidup,” ujar Lightcap dalam sebuah wawancara dengan TechCrunch.
OpenAI juga menawarkan formulir opt-out bagi para kreator yang ingin menghapus karyanya dari dataset pelatihan AI. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen mereka untuk mendukung inovasi dalam AI sambil tetap menghormati hak cipta dan kepemilikan intelektual para seniman. Selain itu, OpenAI mengungkapkan bahwa mereka menghormati permintaan untuk mencegah bot web-scraping mereka mengumpulkan data dari situs web, termasuk gambar, guna memastikan bahwa penggunaan data dilakukan dengan etis dan sesuai peraturan.
Matthew Sag, seorang profesor hukum di Emory University yang mempelajari hukum hak cipta dan kecerdasan buatan, memberikan pandangannya kepada Business Insider. Menurutnya, keputusan OpenAI untuk menghentikan produksi gambar yang meniru gaya seniman yang masih hidup lebih didorong oleh pertimbangan persepsi publik daripada semata-mata untuk melindungi hak cipta. “OpenAI mengambil keputusan yang cukup bijaksana untuk menghentikan produksi gambar dalam gaya orang yang masih hidup. Bukan karena itu pelanggaran hak cipta, tetapi karena orang tidak menyukai itu,” jelas Sag.
Di sisi lain, NHK World melaporkan adanya tuduhan serius bahwa OpenAI dan Microsoft telah mencuri jutaan artikel berhak cipta tanpa izin atau pembayaran untuk melatih chatbot AI generatif mereka. Tuduhan ini semakin memperkeruh hubungan antara perusahaan teknologi dan komunitas seni yang berusaha melindungi karya mereka dari penggunaan yang tidak sah. Jika terbukti, hal ini dapat membawa implikasi hukum yang signifikan bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
Perdebatan ini menyoroti tantangan yang dihadapi industri kreatif di era digital, di mana teknologi AI semakin canggih dan mampu meniru gaya artistik dengan presisi tinggi. Sementara beberapa pihak melihat potensi besar AI dalam menginspirasi kreativitas dan inovasi, pihak lain menekankan pentingnya melindungi hak cipta dan menghormati karya seni yang telah dikembangkan dengan susah payah.
Sebagai kesimpulan, konflik antara OpenAI dan Studio Ghibli ini membuka diskusi penting mengenai batasan etis dan legal dalam penggunaan AI untuk menciptakan karya seni. Diperlukan kolaborasi antara pengembang teknologi, seniman, dan regulator untuk menemukan solusi yang seimbang, yang dapat mendukung inovasi tanpa mengorbankan hak dan kepentingan para kreator.
Sumber berita