Filter Bubble: Ketika Algoritma Memanipulasi Pandanganmu

Artikel ini dibuat dengan Penulis Pro dari Ratu AI

Filter Bubble

Istilah “filter bubble” atau gelembung filter pertama kali diperkenalkan oleh seorang aktivis internet bernama Eli Pariser [7]. Konsep ini merujuk pada sebuah kondisi isolasi intelektual yang dapat terjadi ketika situs web menggunakan algoritma untuk menebak informasi apa yang ingin dilihat oleh pengguna, berdasarkan data spesifik tentang pengguna tersebut [7, 11]. Data ini mencakup riwayat pencarian, lokasi, dan klik masa lalu, yang kemudian digunakan untuk menciptakan sebuah “alam semesta informasi” yang unik dan personal bagi setiap individu [15, 7].

Akibatnya, pengguna menjadi terpisah dari sudut pandang yang berbeda dengan keyakinan mereka sendiri, secara efektif mengisolasi mereka dalam gelembung budaya atau ideologis mereka sendiri [7, 11]. Algoritma personalisasi ini, yang dirancang untuk menyajikan konten paling relevan dan menarik, secara tidak sengaja dapat membatasi paparan kita terhadap informasi yang menantang atau memperluas wawasan, sehingga menciptakan realitas yang terdistorsi dan berpotensi memecah belah [15, 12].

Poin-poin Penting

  • Gelembung filter adalah sebuah ekosistem informasi personal yang diciptakan oleh algoritma berdasarkan riwayat penelusuran dan interaksi pengguna, yang mengakibatkan isolasi intelektual dari sudut pandang yang berlawanan.
  • Algoritma pada platform digital, yang bertujuan memaksimalkan keterlibatan pengguna, secara aktif memperkuat bias yang ada dan menciptakan lingkaran umpan balik yang dapat meningkatkan polarisasi politik serta mengancam diskursus publik yang demokratis.
  • Meskipun dampaknya signifikan, beberapa penelitian berpendapat bahwa efek gelembung filter terkadang dilebih-lebihkan, karena pilihan individu dan faktor sosial lainnya juga memainkan peran krusial dalam membentuk konsumsi informasi seseorang.
  • Untuk mengatasi gelembung filter, diperlukan kombinasi strategi individu—seperti secara sadar mendiversifikasi sumber informasi—dan solusi teknologi inovatif yang mendesain ulang algoritma untuk secara aktif mempromosikan keragaman perspektif.

Apa Itu Gelembung Filter dan Bagaimana Proses Terbentuknya?

Gelembung filter, atau filter bubble, adalah sebuah ekosistem informasi yang personal dan terisolasi yang diciptakan untuk setiap individu oleh algoritma personalisasi [15, 7]. Konsep yang dipopulerkan oleh Eli Pariser ini menggambarkan bagaimana teknologi, terutama mesin pencari dan platform media sosial, menyaring informasi yang kita terima tanpa kita sadari [7, 11]. Proses pembentukannya dimulai saat kita berinteraksi dengan dunia digital. Setiap tindakan yang kita lakukan—mulai dari pencarian di Google, video yang kita tonton di YouTube, artikel yang kita baca, hingga unggahan yang kita “sukai” atau bagikan di Facebook—dianggap sebagai sinyal tentang preferensi kita [16, 18].

Algoritma kemudian mengumpulkan dan menganalisis data ini, yang mencakup riwayat penelusuran, riwayat klik, lokasi geografis, dan bahkan jenis perangkat yang digunakan, untuk membangun profil detail tentang siapa kita dan apa yang kita sukai [7, 20]. Berdasarkan profil ini, algoritma akan secara selektif menampilkan konten yang dianggap paling sesuai dengan minat dan keyakinan kita yang sudah ada [13]. Proses ini menciptakan apa yang disebut sebagai keadaan isolasi intelektual [7]. Di dalam gelembung ini, kita cenderung lebih sering melihat konten yang mengonfirmasi pandangan kita dan lebih jarang menemukan informasi yang berpotensi menantangnya [13, 4]. Misalnya, dua orang yang mencari topik yang sama di Google mungkin akan mendapatkan hasil yang sangat berbeda, yang disesuaikan dengan gelembung pribadi mereka masing-masing [15]. Pada akhirnya, gelembung filter menciptakan realitas yang terdistorsi di mana pandangan kita terus-menerus diperkuat, sementara perspektif alternatif menjadi semakin tidak terlihat, seolah-olah tidak pernah ada [15, 12].

Peran Sentral Algoritma dalam Menciptakan dan Memperkuat Gelembung

Algoritma adalah inti dari mesin yang menciptakan dan memelihara gelembung filter [16]. Algoritma ini merupakan serangkaian instruksi atau aturan yang digunakan oleh platform digital seperti Google, Facebook, Instagram, dan TikTok untuk mengkurasi konten yang ditampilkan kepada pengguna [8, 16]. Tujuan utama algoritma ini dari sudut pandang platform adalah untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna (user engagement)—yaitu, membuat kita tetap berada di platform selama mungkin dengan menyajikan konten yang paling menarik perhatian kita [10, 16].

Untuk mencapai tujuan ini, algoritma melacak perilaku kita secara cermat. Setiap klik, ‘suka’, komentar, berbagi, dan bahkan waktu yang kita habiskan untuk melihat sebuah unggahan menjadi data penting [18]. Data ini kemudian diolah untuk memprediksi konten apa yang kemungkinan besar akan kita nikmati di masa depan [13]. Jika kita sering berinteraksi dengan konten politik konservatif, algoritma akan belajar untuk menampilkan lebih banyak konten sejenis, sambil secara bertahap mengurangi paparan kita terhadap konten berhaluan liberal, dan sebaliknya [4]. Proses ini disebut kurasi algoritmik, di mana konten yang kita lihat bukanlah representasi netral dari semua informasi yang tersedia, melainkan pilihan yang telah disaring secara cermat [8].

Algoritma ini secara inheren tidak netral; desain dan tujuannya dibentuk oleh nilai-nilai komersial dari perusahaan yang membuatnya [10]. Dengan terus-menerus memberi kita apa yang kita inginkan, algoritma menciptakan sebuah lingkaran umpan balik (feedback loop). Pandangan kita diperkuat, dan kita semakin jarang terpapar pada informasi yang mungkin membuat kita tidak nyaman atau mempertanyakan keyakinan kita [13]. Siklus ini secara efektif memperkuat dinding gelembung filter, membuat kita semakin terisolasi dalam realitas yang telah dipersonalisasi dan disaring secara algoritmik [12].

Dampak Buruk Gelembung Filter terhadap Individu dan Masyarakat

Gelembung filter membawa serangkaian konsekuensi negatif yang signifikan, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi tatanan masyarakat yang lebih luas. Salah satu dampak yang paling sering dibahas adalah perannya dalam memperkuat bias dan meningkatkan polarisasi politik [4, 12]. Ketika individu hanya terpapar pada informasi yang sejalan dengan pandangan politik mereka, keyakinan mereka cenderung menjadi lebih kaku dan ekstrem. Sebuah studi dari Illinois Institute of Technology menunjukkan bagaimana algoritma penyaring berita secara aktif memperkuat bias politik yang sudah ada sebelumnya pada pengguna [4].

Hal ini menciptakan “ruang gema” (echo chambers), di mana suara-suara yang berbeda pendapat dibungkam atau tidak pernah terdengar sama sekali, membuat dialog yang konstruktif antar kelompok yang berbeda menjadi sangat sulit [12]. Lebih jauh lagi, isolasi intelektual ini dianggap sangat problematis bagi ranah publik yang demokratis (democratic public sphere) [3]. Demokrasi yang sehat bergantung pada warga negara yang memiliki akses ke berbagai informasi dan perspektif untuk membuat keputusan yang terinformasi. Gelembung filter mengancam prasyarat ini dengan membatasi paparan pengguna terhadap sudut pandang yang berlawanan, sehingga mengurangi kapasitas mereka untuk berempati dan memahami orang lain [13, 3].

Fenomena ini juga mendistorsi persepsi kita tentang realitas [15]. Dengan hidup di dalam gelembung informasi yang telah disesuaikan, kita mungkin mulai percaya bahwa pandangan kita adalah pandangan mayoritas, padahal kenyataannya mungkin tidak demikian. Hal ini dapat menyebabkan keterkejutan dan ketidakpercayaan ketika berhadapan dengan orang-orang yang memiliki pandangan dunia yang berbeda secara drastis, yang pada gilirannya dapat memperburuk perpecahan sosial [12]. Pada akhirnya, dengan mengisolasi kita dari informasi yang beragam, gelembung filter dapat membuat kita lebih rentan terhadap disinformasi dan manipulasi, karena kemampuan berpikir kritis kita tidak terasah oleh perspektif yang menantang [12, 7].

Keterkaitan Erat antara Gelembung Filter dan Bias Konfirmasi

Gelembung filter dan bias konfirmasi (confirmation bias) memiliki hubungan simbiosis yang saling memperkuat. Bias konfirmasi adalah kecenderungan psikologis alami manusia untuk mencari, menafsirkan, menyukai, dan mengingat informasi dengan cara yang mengonfirmasi atau mendukung keyakinan yang sudah ada sebelumnya [15, 7]. Ini adalah jalan pintas mental yang membuat kita merasa nyaman dengan pandangan dunia kita. Algoritma yang menciptakan gelembung filter pada dasarnya mengeksploitasi dan mengotomatisasi bias konfirmasi ini dalam skala besar [13].

Ketika seorang pengguna menunjukkan minat pada topik atau sudut pandang tertentu, algoritma akan mencatatnya dan mulai menyajikan lebih banyak konten serupa. Pengguna, didorong oleh bias konfirmasi, kemungkinan besar akan berinteraksi secara positif dengan konten yang disajikan ini karena konten tersebut selaras dengan keyakinan mereka. Interaksi positif ini kemudian menjadi sinyal bagi algoritma untuk menyediakan lebih banyak lagi konten serupa, menciptakan sebuah siklus yang menguatkan dirinya sendiri (self-reinforcing cycle) [4, 18]. Akibatnya, pandangan pengguna tidak hanya divalidasi secara terus-menerus tetapi juga diperkuat, sementara informasi yang bertentangan secara sistematis disaring dan dihilangkan dari feed mereka [13].

Proses ini membuat individu semakin yakin akan kebenaran pandangan mereka dan semakin kecil kemungkinannya untuk mempertimbangkan perspektif alternatif secara serius [4]. Gelembung filter mengubah bias kognitif personal menjadi fitur struktural dari lingkungan informasi kita. Ini bukan lagi hanya tentang kita yang secara aktif mencari pembenaran, tetapi juga tentang sistem yang secara proaktif memberi kita pembenaran tersebut, seringkali tanpa kita sadari [15]. Kebiasaan pengguna dalam mengonsumsi informasi juga memainkan peran penting dalam menghasilkan gelembung ini, di mana pilihan-pilihan yang didorong oleh bias konfirmasi membentuk data yang menjadi dasar bagi personalisasi algoritmik [3].

Perspektif Berbeda: Apakah Dampak Gelembung Filter Dilebih-lebihkan?

Meskipun konsep gelembung filter sangat populer dan sering dikutip sebagai penyebab utama polarisasi masyarakat, ada sejumlah penelitian dan argumen yang menunjukkan bahwa dampaknya mungkin dilebih-lebihkan [5]. Laporan dari Reuters Institute for the Study of Journalism, misalnya, berpendapat bahwa beberapa mitos seputar gelembung filter perlu diluruskan. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa algoritma bukanlah satu-satunya faktor yang membentuk konsumsi informasi kita. Pilihan sadar yang dibuat oleh individu, jaringan sosial di dunia nyata, dan kebiasaan media secara keseluruhan memainkan peran yang sama pentingnya, jika tidak lebih penting [5].

Banyak orang secara aktif mencari berbagai sumber berita dan tidak hanya bergantung pada apa yang disajikan oleh feed media sosial mereka. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna media sosial masih terpapar pada beberapa sudut pandang yang berbeda, meskipun mungkin tidak sebanyak yang diinginkan secara ideal [5]. Selain itu, argumen bahwa setiap orang terperangkap tanpa harapan di dalam gelembung mereka sendiri juga dianggap sebagai sebuah mitos [5]. Kenyataannya, tingkat keterpaparan pada pandangan yang beragam sangat bervariasi antar individu. Beberapa orang mungkin memang berada dalam gelembung yang ketat, tetapi banyak juga yang memiliki “diet media” yang jauh lebih seimbang.

Teori ini juga terkadang mengabaikan fakta bahwa polarisasi politik adalah fenomena kompleks yang didorong oleh banyak faktor di luar teknologi, termasuk media partisan tradisional, dinamika politik, dan perpecahan sosial-ekonomi [5, 10]. Menyalahkan algoritma sepenuhnya bisa jadi terlalu menyederhanakan masalah dan mengabaikan peran serta tanggung jawab individu dan institusi lain. Oleh karena itu, meskipun keberadaan personalisasi algoritmik tidak dapat disangkal, klaim bahwa hal itu secara universal dan tak terhindarkan menjebak semua orang dalam gelembung filter yang kedap udara mungkin tidak sepenuhnya didukung oleh bukti empiris yang ada [5].

Strategi dan Teknologi untuk Memecahkan Gelembung Filter

Menyadari adanya gelembung filter adalah langkah pertama, tetapi ada berbagai strategi, baik di tingkat individu maupun teknologi, yang dapat diterapkan untuk memitigasi dampaknya. Di tingkat individu, pengguna dapat secara proaktif mengambil langkah-langkah untuk mendiversifikasi konsumsi informasi mereka. Ini termasuk secara sadar mencari sumber berita dari spektrum politik yang berbeda, mengikuti akun media sosial yang menawarkan perspektif yang berlawanan, dan menggunakan mode penjelajahan pribadi (private browsing) atau menghapus riwayat pencarian untuk mengurangi tingkat personalisasi [20].

Menggunakan alat seperti VPN juga dapat membantu dengan menyamarkan lokasi pengguna, yang dapat mengubah hasil pencarian yang dipersonalisasi berdasarkan geografi [20]. Namun, solusi yang lebih sistemik mungkin terletak pada pengembangan teknologi yang lebih cerdas dan bertanggung jawab. Para peneliti terus berupaya merancang algoritma yang secara eksplisit bertujuan untuk memecahkan gelembung filter. Sebagai contoh, peneliti di New York University (NYU) telah merancang sebuah algoritma yang secara sengaja merekomendasikan konten dari “ikatan lemah” (weak ties)—yaitu, orang-orang di luar lingkaran sosial dekat pengguna—untuk memperkenalkan informasi baru dan beragam yang mungkin tidak akan mereka temukan [1, 2].

Konsep lain yang sedang dieksplorasi adalah pengembangan “umpan yang lebih cerdas” (smarter feeds) yang tidak hanya memaksimalkan keterlibatan tetapi juga bertujuan untuk mengekspos pengguna pada sudut pandang yang menantang secara seimbang [6]. Selain itu, teknik pembelajaran mesin (machine learning) juga dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk menciptakan gelembung, tetapi juga untuk mengidentifikasi dan secara aktif “memecahkannya” dengan menyuntikkan konten yang mendiversifikasi [19]. Upaya-upaya ini menunjukkan pergeseran dari sekadar menyalahkan algoritma menjadi secara aktif mendesain ulang algoritma tersebut untuk melayani tujuan sosial yang lebih luas, seperti mendorong pemahaman lintas-perspektif dan memperkuat diskursus publik [1, 6].

Kesimpulan

Gelembung filter, yang diciptakan oleh algoritma personalisasi yang canggih, secara fundamental mengubah cara kita mengakses dan memahami informasi. Dengan menciptakan ekosistem informasi yang unik bagi setiap individu berdasarkan perilaku masa lalu, teknologi ini berisiko mengisolasi kita secara intelektual, memperkuat bias yang ada, dan memperdalam polarisasi sosial. Algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna secara tidak sengaja dapat menjebak kita dalam ruang gema, di mana pandangan kita terus divalidasi dan perspektif alternatif menjadi tidak terlihat.

Meskipun ada perdebatan mengenai sejauh mana dampak fenomena ini dan peran pilihan individu dalam membentuknya, tidak dapat disangkal bahwa kurasi algoritmik adalah kekuatan yang kuat di lanskap media modern. Untungnya, kesadaran akan masalah ini telah memicu pengembangan berbagai solusi, mulai dari strategi proaktif oleh pengguna hingga inovasi teknologi yang bertujuan untuk merancang algoritma yang lebih bertanggung jawab. Melawan efek gelembung filter menuntut upaya gabungan: kewaspadaan dari individu untuk secara sadar mendiversifikasi sumber informasi mereka, dan komitmen dari para teknolog untuk membangun sistem yang memprioritaskan diskursus publik yang sehat daripada sekadar keterlibatan belaka.

Belum Kenal Ratu AI?

Ratu AI adalah platform generatif AI terdepan di Indonesia yang dirancang untuk merevolusi cara Anda menciptakan konten. Dengan kemampuan luar biasa untuk menghasilkan teks dan gambar berkualitas tinggi, Ratu AI mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan paling mutakhir dari seluruh dunia. Ini berarti Anda dapat menghasilkan ide-ide cemerlang, mengembangkan narasi yang menawan, atau membuat visual yang memukau dengan presisi dan kecepatan, membebaskan potensi kreativitas Anda tanpa batas.

Jangan biarkan gagasan-gagasan hebat Anda hanya menjadi angan-angan! Kunjungi https://app.ratu.ai/ sekarang untuk menjelajahi berbagai pilihan paket kami. Dapatkan akses ke kekuatan generatif AI terbaik dan saksikan bagaimana Ratu AI dapat mengubah cara Anda bekerja, berkreasi, dan berinovasi. Masa depan kreasi konten ada di tangan Anda – bergabunglah dengan Ratu AI hari ini!

FAQ

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan gelembung filter?

Gelembung filter adalah kondisi isolasi intelektual yang tercipta ketika algoritma mempersonalisasi konten yang Anda lihat secara online berdasarkan data Anda, seperti riwayat pencarian, lokasi, dan interaksi sebelumnya. Hal ini menghasilkan alam semesta informasi yang unik untuk Anda, yang cenderung mengecualikan sudut pandang yang bertentangan dengan keyakinan Anda [7, 15].

Mengapa gelembung filter dianggap berbahaya bagi masyarakat?

Gelembung filter dianggap berbahaya karena dapat meningkatkan polarisasi politik, menciptakan ruang gema, dan mengikis fondasi demokrasi yang sehat [12, 4, 3]. Dengan membatasi paparan terhadap perspektif yang beragam, fenomena ini dapat mendistorsi realitas, menghambat dialog konstruktif, dan membuat individu lebih rentan terhadap misinformasi [15, 12].

Apakah hanya algoritma yang harus disalahkan atas terciptanya gelembung filter?

Tidak sepenuhnya. Meskipun algoritma memainkan peran sentral, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pilihan sadar pengguna dan kebiasaan konsumsi media mereka juga merupakan faktor penting [5, 3]. Manusia secara alami memiliki bias konfirmasi, dan kebiasaan kita dalam memilih konten yang kita sukai turut membentuk data yang digunakan algoritma untuk menciptakan gelembung tersebut [7, 3].

Apa saja yang bisa saya lakukan untuk keluar dari gelembung filter saya?

Anda dapat mengambil langkah-langkah proaktif seperti secara sadar mencari sumber berita dari berbagai spektrum ideologis, menggunakan mode penjelajahan pribadi untuk mengurangi pelacakan, menghapus riwayat pencarian, dan mengikuti akun di media sosial yang menawarkan perspektif berbeda dari Anda [20]. Selain itu, ada teknologi baru yang dikembangkan untuk merekomendasikan konten yang beragam guna memecah gelembung ini [1, 2].

Referensi

  1. Researchers Devise Algorithm to Break Through “Search Bubbles”: https://www.nyu.edu/about/news-publications/news/2023/july/researchers-devise-algorithm-to-break-through–search-bubbles-.html
  2. Smart Algorithm Bursts Social Networks’ “Filter Bubbles” – IEEE Spectrum: https://spectrum.ieee.org/finally-a-means-for-bursting-social-media-bubbles
  3. Full article: Habitual Generation of Filter Bubbles: Why is Algorithmic Personalisation Problematic for the Democratic Public Sphere?: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13183222.2021.2003052
  4. Bias in the Bubble: New Research Shows News Filter Algorithms Reinforce Political Biases | Illinois Institute of Technology: https://www.iit.edu/news/bias-bubble-new-research-shows-news-filter-algorithms-reinforce-political-biases
  5. The truth behind filter bubbles: Bursting some myths | Reuters Institute for the Study of Journalism: https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/news/truth-behind-filter-bubbles-bursting-some-myths
  6. Solving the Filter Bubble Problem With Smarter Feeds – IEEE Spectrum: https://spectrum.ieee.org/the-problem-of-filter-bubbles
  7. Filter bubble – Wikipedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Filter_bubble
  8. Curation Algorithms and Filter Bubbles in Social Networks | Marketing Science: https://pubsonline.informs.org/doi/10.1287/mksc.2019.1208
  9. Filter Bubbles as the Reality of the Internet – ERI: https://www.eurasian-research.org/publication/filter-bubbles-as-the-reality-of-the-internet/
  10. Who Do We Blame for the Filter Bubble? On the Roles of Math, Data, and People in Algorithmic Social Systems (Chapter 4) – After the Digital Tornado: https://www.cambridge.org/core/books/after-the-digital-tornado/who-do-we-blame-for-the-filter-bubble-on-the-roles-of-math-data-and-people-in-algorithmic-social-systems/426E4E57BF42ED6E62099E3CDF1F73C4
  11. Digital Media Literacy: How Filter Bubbles Isolate You: https://edu.gcfglobal.org/en/digital-media-literacy/how-filter-bubbles-isolate-you/1/
  12. The Dark Side of Algorithms: How Filter Bubbles and Misinformation are Tearing Society Apart | tomi: https://medium.com/tomipioneers/the-dangers-of-filter-bubbles-and-misinformation-how-algorithms-are-dividing-society-923cbe8e5f0f
  13. Filter Bubbles in the Algorithm: Shaping and Reinforcing User Opinions While Limiting Exposure to Opposing Perspectives. | by Tara Makedde | Medium: https://medium.com/@taramhrrsn/filter-bubbles-in-the-algorithm-shaping-and-reinforcing-user-opinions-while-limiting-exposure-to-fffa94c37cab
  14. Filter Bubbles: How personalization algorithms affect us: https://www.informacnigramotnost.cz/filter-bubbles-how-personalization-algorithms-affect-us/
  15. How Filter Bubbles Distort Reality: Everything You Need to Know: https://fs.blog/filter-bubbles/
  16. How algorithms and filter bubbles decide what we see on social media – BBC Bitesize: https://www.bbc.co.uk/bitesize/articles/zd9tt39
  17. Filter bubble: https://policyreview.info/concepts/filter-bubble
  18. How algorithms may be reinforcing our online filter bubble | by Heidi Beetson | Medium: https://medium.com/@HeidiBeetson/how-algorithms-are-reinforcing-our-online-filter-bubble-53b8c06a9830
  19. Solving the Filter Bubble Problem using Machine Learning: https://roundtable.datascience.salon/solving-the-filter-bubble-using-machine-learning
  20. What is a filter bubble, and how do you burst it? | NordVPN: https://nordvpn.com/blog/what-is-filter-bubble/