Biografi Lewis Carroll

Updated,

Artikel ini dibuat dengan bantuan Ratu AI

Biografi Lewis Carroll

Lewis Carroll, nama pena dari Charles Lutwidge Dodgson, adalah seorang penulis, matematikawan, dan fotografer Inggris yang terkenal dengan karya-karya seperti “Alice’s Adventures in Wonderland” dan “Through the Looking-Glass”. Kehidupan dan karya-karyanya telah memberikan pengaruh besar pada dunia sastra anak dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak seniman hingga saat ini, berikut biografi Lewis Carroll.

Poin-poin Penting

  • Lewis Carroll, nama pena dari Charles Lutwidge Dodgson, adalah seorang penulis, matematikawan, dan fotografer Inggris yang paling terkenal dengan karya-karya seperti “Alice’s Adventures in Wonderland” dan “Through the Looking-Glass”.
  • Cerita “Alice’s Adventures in Wonderland” awalnya diceritakan oleh Carroll kepada tiga putri Dekan Christ Church, terutama Alice Liddell, selama piknik perahu di Sungai Thames, dan akhirnya diterbitkan atas dorongan teman-teman dan kolega Carroll.
  • Selain dikenal sebagai penulis, Carroll juga merupakan pionir dalam dunia fotografi Victoria, terutama terkenal dengan foto potret anak-anaknya, meskipun ada beberapa kontroversi seputar hubungannya dengan subjek foto tersebut.
  • Warisan terbesar Carroll adalah kemampuannya untuk memikat dan menginspirasi imajinasi pembaca dari segala usia melalui dunia fantasi yang ia ciptakan dalam karya-karyanya, serta kontribusinya dalam bidang fotografi, matematika, dan permainan kata-kata.

Masa Kecil dan Pendidikan

Charles Lutwidge Dodgson lahir pada 27 Januari 1832 di Daresbury, Cheshire, Inggris. Ia merupakan anak ketiga dari sebelas bersaudara dalam keluarga yang dipimpin oleh ayahnya, Charles Dodgson, seorang pendeta Gereja Anglikan. Masa kecil Dodgson dihabiskan di lingkungan pedesaan yang damai, di mana ia mengembangkan minat pada matematika, logika, dan permainan kata-kata.

Pendidikan formal Dodgson dimulai di rumah, di bawah bimbingan ayahnya yang mengajarkan dasar-dasar baca-tulis dan matematika. Pada usia 12 tahun, ia dikirim ke Richmond Grammar School, sebelum melanjutkan ke Rugby School, sebuah sekolah asrama bergengsi di Warwickshire. Di Rugby, Dodgson menunjukkan bakat matematika yang luar biasa dan mulai mengembangkan minat pada sastra dan penulisan kreatif.

Setelah lulus dari Rugby, Dodgson diterima di Christ Church, Oxford, salah satu perguruan tinggi paling prestisius di Inggris. Ia memulai studinya pada tahun 1850 dan menyelesaikan gelar sarjana pada tahun 1854. Selama masa kuliah, Dodgson tetap aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk menulis puisi, esai, dan cerita pendek untuk berbagai publikasi kampus.

Setelah menyelesaikan gelar sarjana, Dodgson memutuskan untuk tetap di Christ Church sebagai dosen matematika. Ia mengajar di sana selama hampir tiga dekade, sambil terus mengembangkan minatnya pada sastra dan fotografi. Meskipun ia menikmati pekerjaannya sebagai dosen, Dodgson merasa terkekang oleh rutinitas akademik dan sering mencari pelarian dalam dunia imajinasi yang ia ciptakan melalui tulisan-tulisannya.

Awal Karier Sastra

Meskipun Charles Dodgson mengajar matematika di Christ Church, Oxford, ia mulai mengembangkan reputasi sebagai penulis dan pencerita yang berbakat. Pada awalnya, ia menulis puisi, parodi, dan esai untuk berbagai publikasi kampus, seringkali menggunakan nama pena “Lewis Carroll” untuk menjaga anonimitasnya.

Titik balik dalam karier sastra Dodgson terjadi pada 4 Juli 1862, ketika ia mengajak tiga putri Dekan Christ Church, Lorina, Alice, dan Edith Liddell, untuk piknik perahu di Sungai Thames. Selama perjalanan, Dodgson menghibur gadis-gadis dengan serangkaian cerita fantasi yang ia karang di tempat. Alice Liddell, yang saat itu berusia 10 tahun, sangat menyukai cerita-cerita tersebut dan meminta Dodgson untuk menuliskannya.

Dodgson, yang terkesan dengan antusiasme Alice, menghabiskan beberapa bulan berikutnya untuk mengembangkan dan menyempurnakan cerita-cerita tersebut. Ia menambahkan ilustrasi tangannya sendiri dan akhirnya menyajikan manuskrip, yang berjudul “Alice’s Adventures Under Ground“, kepada Alice sebagai hadiah Natal pada tahun 1864.

Cerita tentang petualangan Alice di dunia fantasi yang aneh dan menakjubkan segera menarik perhatian teman-teman dan kolega Dodgson. Mereka mendorongnya untuk menerbitkan cerita tersebut, dan setelah beberapa revisi dan penambahan ilustrasi oleh seniman John Tenniel, “Alice’s Adventures in Wonderland” diterbitkan pada tahun 1865 di bawah nama pena Lewis Carroll.

Buku tersebut segera menjadi sensasi sastra, dipuji karena humor cerdasnya, permainan kata-kata yang cerdik, dan daya tarik imajinatifnya yang universal. Keberhasilan “Alice’s Adventures in Wonderland” mendorong Carroll untuk menulis sekuel, “Through the Looking-Glass and What Alice Found There”, yang diterbitkan pada tahun 1871. Kedua buku tersebut menjadi klasik sastra anak yang abadi dan telah diadaptasi ke berbagai media, termasuk film, teater, dan televisi.

Meskipun Carroll terus menulis di sepanjang hidupnya, menciptakan karya-karya seperti “The Hunting of the Snark” dan “Sylvie and Bruno”, tidak ada yang menandingi kesuksesan dan pengaruh abadi dari buku-buku Alice. Cerita-cerita ini, yang lahir dari imajinasi seorang dosen matematika yang pemalu, telah memikat pembaca dari segala usia dan latar belakang selama lebih dari 150 tahun.

Fotografi dan Hubungan dengan Keluarga Liddell

Selain dikenal sebagai penulis, Lewis Carroll juga merupakan seorang pionir dalam dunia fotografi Victoria. Ia mulai bereksperimen dengan medium ini pada tahun 1856, segera setelah teknologi tersebut diperkenalkan, dan dengan cepat mengembangkan reputasi sebagai salah satu fotografer portrait terkemuka pada masanya.

Carroll terutama tertarik untuk memotret anak-anak, yang ia anggap sebagai subjek yang ideal karena kepolosan dan daya tarik alami mereka. Ia sering memotret anak-anak teman dan koleganya, termasuk putri-putri Dekan Christ Church, Henry Liddell. Foto-foto Alice Liddell, yang menjadi inspirasi untuk tokoh utama dalam buku-buku Alice, termasuk beberapa karya paling terkenal Carroll.

Hubungan Carroll dengan keluarga Liddell, bagaimanapun, menjadi tegang setelah publikasi “Alice’s Adventures in Wonderland”. Ada spekulasi bahwa Carroll melamar Alice atau salah satu saudara perempuannya, meskipun tidak ada bukti konklusif untuk mendukung klaim ini. Apa pun alasannya, Carroll dan keluarga Liddell akhirnya berpisah, dan banyak halaman dari buku harian Carroll dari periode ini disobek atau hilang, menambah misteri tentang sifat sebenarnya dari hubungan mereka.

Meskipun kontroversi ini, kontribusi Carroll terhadap dunia fotografi tidak dapat disangkal. Ia tidak hanya menciptakan gambar yang indah dan menawan, tetapi juga mengembangkan teknik inovatif dan menulis esai berpengaruh tentang seni dan praktik fotografi. Karya fotografinya, seperti tulisannya, terus dipelajari dan dikagumi hingga saat ini.

Tahun-tahun Terakhir dan Warisan

Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Lewis Carroll terus menulis dan berfotografi, meskipun tidak ada karya selanjutnya yang mencapai level kesuksesan buku-buku Alice. Ia tetap menjadi sosok yang dihormati di Christ Church, Oxford, di mana ia tinggal dan bekerja selama hampir seluruh masa dewasanya.

Carroll mengalami masalah kesehatan di tahun-tahun terakhirnya, termasuk serangan influenza parah dan episode penyakit jantung. Ia meninggal pada 14 Januari 1898, dua minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-66, di rumah saudaranya di Guildford, Surrey. Ia dimakamkan di pemakaman Gereja St. Mary di Guildford, di sebelah makam keluarganya.

Warisan Carroll sebagai penulis dan seniman terus hidup jauh melampaui kematiannya. Buku-buku Alice telah diterjemahkan ke lebih dari 100 bahasa dan terus menginspirasi adaptasi baru di panggung, layar, dan halaman. Karakter dan adegan dari cerita-cerita ini telah menjadi ikon budaya, dengan sosok seperti Cheshire Cat, Mad Hatter, dan Ratu Hati yang secara instan dikenali oleh audiens di seluruh dunia.

Selain itu, tulisan-tulisan Carroll tentang logika, matematika, dan permainan kata-kata terus dipelajari dan dikagumi. Ia dianggap sebagai pionir dalam bidang literatur nonsense, dan pengaruhnya dapat dilihat dalam karya penulis seperti Edward Lear, James Joyce, dan Dr. Seuss.

Sebagai fotografer, Carroll membantu mempopulerkan seni fotografi portrait dan mengembangkan teknik yang masih digunakan hingga saat ini. Meskipun kontroversi seputar hubungannya dengan subjek anak-anak, karya fotografinya dipandang sebagai contoh penting dari estetika dan sensibilitas Victoria.

Di atas segalanya, warisan terbesar Carroll adalah kemampuannya untuk memikat dan menginspirasi imajinasi pembaca dari segala usia. Melalui petualangan Alice di Wonderland dan di balik cermin, ia menciptakan dunia fantasi yang abadi yang terus memberikan kegembiraan, keheranan, dan pemahaman tentang kondisi manusia bagi audiens di seluruh dunia.

Kepribadian dan Motivasi

Sebagai seorang individu, Lewis Carroll seringkali digambarkan sebagai sosok yang kompleks dan kontradiktif. Di satu sisi, ia dikenal sebagai seorang yang pemalu, terbata-bata, dan merasa tidak nyaman dalam situasi sosial, terutama di sekitar orang dewasa. Di sisi lain, ia bisa menjadi teman yang menyenangkan dan penghibur yang menarik ketika berada di sekitar anak-anak, yang dianggapnya sebagai teman bicara yang ideal.

Carroll sangat tertarik dengan dunia anak-anak dan sangat menikmati menghabiskan waktu dengan mereka, menghibur mereka dengan teka-teki, permainan kata-kata, dan kisah-kisah yang ia karang. Ia percaya bahwa anak-anak memiliki jenis kebijaksanaan dan pemahaman intuitif yang hilang pada orang dewasa, dan ia berusaha menangkap kualitas ini dalam tulisan dan fotografinya.

Meskipun Carroll tidak pernah menikah atau memiliki anak sendiri, ia mempertahankan persahabatan yang erat dengan banyak “gadis-gadis kecil”, termasuk Alice Liddell dan saudara-saudaranya. Sifat hubungan ini telah menjadi subyek spekulasi dan kontroversi yang cukup besar, dengan beberapa komentator menduga adanya komponen erotis atau bahkan tidak pantas. Namun, sebagian besar sarjana saat ini percaya bahwa ketertarikan Carroll terhadap anak-anak sebagian besar bersifat artistik dan filosofis, dan bahwa ia melihat mereka sebagai muse dan teman bicara yang ideal.

Selain ketertarikannya pada dunia anak-anak, Carroll juga dikenal dengan minatnya yang mendalam pada matematika, logika, dan permainan kata-kata. Ia menikmati menciptakan teka-teki, palindrom, dan bentuk permainan kata lainnya, dan sering menggabungkan unsur-unsur ini ke dalam tulisannya. Karya-karyanya sering kali memiliki struktur logis yang mendasari keanehan permukaan mereka, mencerminkan pelatihan matematikanya.

Pada akhirnya, motivasi utama Carroll sebagai seniman tampaknya adalah keinginan untuk menghibur, mencerahkan, dan menginspirasi. Baik melalui tulisan, fotografi, atau interaksi pribadinya dengan anak-anak, ia berusaha menciptakan momen keajaiban dan kegembiraan, dan untuk membantu orang lain melihat dunia melalui lensa imajinasi dan kemungkinan. Meskipun ia mungkin sosok yang rumit dan bahkan kontroversial, warisan sejatinya terletak pada kemampuannya untuk menyentuh dan memperkaya kehidupan begitu banyak orang melalui karyanya yang tak lekang oleh waktu.

Kesimpulan

Biografi Lewis Carroll

Dalam esai biografis ini, kita telah menjelajahi kehidupan dan karya Lewis Carroll, salah satu tokoh paling ikonik dan berpengaruh dalam sastra anak. Dari awal yang sederhana di pedesaan Inggris hingga kariernya yang terkenal sebagai penulis, matematikawan, dan fotografer, Carroll meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada budaya dan imajinasi dunia.

Melalui karya-karya seperti “Alice’s Adventures in Wonderland” dan “Through the Looking-Glass”, Carroll menciptakan dunia fantasi yang telah memikat dan menginspirasi pembaca selama lebih dari satu setengah abad. Karakter dan konsep dari cerita-cerita ini – Cheshire Cat, Mad Hatter, Ratu Hati, dan banyak lagi – telah menjadi ikon budaya, secara instan dikenali dan dicintai oleh audiens dari segala usia.

Tetapi warisan Carroll melampaui buku-buku Alice. Sebagai fotografer, ia membantu mempopulerkan seni fotografi portrait dan menciptakan beberapa gambar paling bertahan lama dari era Victoria. Sebagai matematikawan dan ahli logika, ia mengeksplorasi batas-batas bahasa dan pemikiran, mengembangkan teka-teki dan permainan kata yang terus menantang dan menyenangkan kita hingga saat ini.

Mungkin yang paling penting, Carroll berfungsi sebagai pengingat abadi tentang kekuatan imajinasi dan pentingnya mempertahankan rasa keajaiban dan kegembiraan masa kanak-kanak. Melalui tulisan dan fotografinya, ia membantu kita melihat dunia melalui mata yang segar dan penuh keingintahuan, dan mengingatkan kita tentang keajaiban yang dapat ditemukan dalam hal-hal yang paling biasa sekalipun.

Saat kita merenungkan kehidupan dan warisan Lewis Carroll, kita tidak dapat tidak merasa kagum pada kreativitas, imajinasi, dan visi yang luar biasa dari sosok yang luar biasa ini. Meskipun dunia telah berubah secara dramatis sejak zamannya, karya-karyanya tetap relevan dan resonan, berbicara tentang sesuatu yang abadi dan universal dalam pengalaman manusia. Selama pembaca terus menemukan kegembiraan dan inspirasi dalam kisah-kisahnya, warisan Lewis Carroll akan terus hidup, menginspirasi generasi pencipta dan pemimpi baru.

Belum Kenal Ratu AI?

Ratu AI merupakan salah satu layanan Generative Teks AI terbaik di Indonesia yang menawarkan kemudahan dalam menghasilkan berbagai jenis teks, mulai dari artikel, esai, cerita pendek, hingga puisi. Dengan teknologi canggih dan model bahasa yang terus diperbarui, Ratu AI mampu menghasilkan teks yang berkualitas tinggi, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Jika Anda tertarik untuk mencoba layanan ini dan merasakan manfaatnya secara langsung, segera kunjungi halaman https://ratu.ai/pricing/ untuk melihat pilihan paket berlangganan yang tersedia.

FAQ

Apakah Lewis Carroll nama asli penulis buku “Alice’s Adventures in Wonderland”?

Tidak, Lewis Carroll adalah nama pena. Nama asli penulis adalah Charles Lutwidge Dodgson.

Apa pekerjaan Lewis Carroll selain menjadi penulis?

Lewis Carroll adalah seorang dosen matematika di Christ Church, Oxford. Ia juga dikenal sebagai fotografer yang berbakat, terutama dalam fotografi potret anak-anak.

Bagaimana buku “Alice’s Adventures in Wonderland” tercipta?

Cerita ini awalnya diceritakan oleh Lewis Carroll kepada tiga putri Dekan Christ Church, terutama Alice Liddell, selama piknik perahu di Sungai Thames. Alice sangat menyukai cerita tersebut dan meminta Carroll untuk menuliskannya, yang akhirnya menjadi buku “Alice’s Adventures in Wonderland”.

Apakah ada kontroversi seputar kehidupan Lewis Carroll?

Ya, ada beberapa kontroversi seputar hubungan Carroll dengan subjek foto anak-anaknya, terutama Alice Liddell. Beberapa spekulasi mengenai sifat hubungan ini, meskipun sebagian besar sarjana saat ini percaya bahwa ketertarikan Carroll terhadap anak-anak sebagian besar bersifat artistik dan filosofis.